Jumat, 31 Mei 2024

Definisi Sukses Setiap Orang itu Berbeda, Bahkan Sesederhana Jajan Batagor

Definisi Sukses Setiap Orang itu Berbeda, Bahkan Sesederhana Jajan Batagor

Definisi Sukses Setiap Orang itu Berbeda, Bahkan Sesederhana Jajan Batagor
- Definisi sukses saya sesederhana bisa jajan batagor tanpa perlu ngitung uang makan. Ya, betul, sesederhana itu definisi sukses saya. Jika banyak orang yang definisi suksesnya memiliki banyak uang, memiliki perusahaan multi nasional dan hal hedon lain, saya cukup dengan bisa jajan tanpa perlu ngitung uang, udah gitu aja. 


Saya akan menjelaskan ini dengan bercerita kejadian di tahun 2016 silam. Kala itu saya masih menempuh pendidikan S1 jurusan Teknik Informatika, semester tiga. Kondisi keuangan orang tua tidaklah dalam taraf cukup, bisa dibilang kurang. Untuk membiayai kuliah saja saya yakin didapat dengan berhutang, meskipun orang tua tidak pernah mau bercerita, dan saya pun segan untuk bertanya. Orang tua hanya bilang untuk fokus saja menempuh pendidikan biaya kuliah biar bapak yang pikirkan. 


Karena sadar akan kondisi keuangan keluarga yang seperti itu, saya memang sudah sejak SMP mencari pekerjaan sampingan. Dari jualan pulsa, service hp, makelar hp dan lainnya, yang penting bisa untuk uang saku saya. Di tahun 2016 itu saya sudah bekerja di tempat kelima semenjak saya lulus SMK. Saya bekerja di perusahaan milik salah satu dosen di kampus, sebagai website developer dengan gaji awal Rp. 1.000.000,- . Terdengar kecil memang, tapi bagi saya yang kala itu masih meniti karir, peluang apapun akan saya coba, di tambah jam kerja yang fleksibel karena dapat privilege dari dosen saya selaku owner. 


Saya tinggal ngekos di kosan milik orang tua teman kampus yang berlokasi di belakang JCM, disini juga saya dapat kemudahan dari segi harga dan tanggal bayar kosan. Biaya sewa kos sebesar Rp. 300.000,-. Murah memang, dan fasilitasnya cukup baik. Jarak ke kampus juga dekat tidak sampai 15 menit mengendarai motor. Sejauh ini cerita masih baik-baik saja.


Permasalahannya adalah, dengan sisa uang gaji Rp 700.000, saya harus memenuhi segala kebutuhan operasional harian dari uang bensin, iuran organisasi, biaya ngerjain tugas kampus, print laporan, oli motor, alat mandi dan lain-lain. Dari hitungan saya kala itu tersisalah budget sebesar Rp 300.000 yang dialokasikan untuk uang makan dan dana darurat.jadilah hitungan kasar Rp 50.000 untuk seminggu, sisanya masuk dana darurat. Disinilah saya harus pintar atur uang makan, yang mana jatah uang makan saya adalah Rp 10.000 per harinya dari senin-jumat, untuk sabtu minggu saya akan pulang kerumah orang tua untuk perbaikan gizi. 


Singkat cerita, hari itu hari jumat. Pergilah saya menunaikan kewajiban sholat jumat di masjid Nurul Huda. Selesai sholat jumat, di depan masjid terparkir gerobak pedagang batagor, sepertinya pedagangnya ikut jamaah sholat jumat disitu juga, karena memang tiap jumat selalu ada disitu juga. Melihat banyaknya orang yang mengantri untuk membeli selepas sholat jumat itu membuat saya terbersit untuk turut membeli, namun saya urungkan karena mengingat uang makan saya yang sangat pas-pasan. Cukup menelan ludah dan berjalan kembali ke kosan menahan keinginan untuk menikmati renyahnya batagor dengan balutan bumbu kacang nan gurih. 


Tiap jumat berulang kejadian yang sama, hingga tibalah minggu itu kebetulan dana darurat saya habis karena motor perlu perbaikan, uang yang saya punya tinggal Rp 5.000 saja karena sebagian uang makan ikut terpakai untuk perbaikan motor. Berbarengan dengan kondisi ini, entah kenapa keinginan untuk membeli batagor itu serasa tak terbendung. Bahkan saya sampai duduk di tangga masuk masjid cukup lama, memandangi mamang batagor meladeni pembeli sembari di pikiran bergejolak dilema untuk beli atau tidak.


Di momen itu, dengan uang yang ada saya bisa beli, tapi disisi lain, berarti hari itu saya tidak makan. Meminta makan pada teman pun tentu tidak saya masukan dalam rencana, karena rasa malu saya begitu tinggi akan itu. Cukup lama saya berpikir hingga akhirnya saya memutuskan untuk tidak membeli. Dengan menahan sesak merasakan keadaan ditambah perut lapar karena belum juga sarapan, saya berjalan menunduk kembali ke kosan. 


Ego saya masih sangat tinggi untuk tidak mau merendah di hadapan orang lain, dan mulut saya tidak pernah saya latih untuk meminjam uang. Konsekuensinya ya pedih sesak itu saya rasakan sendiri tanpa ada yang tahu bahkan orang tua sendiri. Di momen itulah saya merasakan titik terendah di tahun itu, perkara batagor tidak bisa terbeli. 


Malamnya, saya memang sudah bisa makan, tapi sakit dihati masih belum mereda. Berdiam diri dikamar meratapi nasib yang belum juga membaik. Beruntung tidak sampai terbersit untuk bunuh diri, kan gak lucu kalau masuk berita headlinenya “Seorang mahasiswa ditemukan tewas bunuh diri dikarenakan tidak bisa membeli batagor”. 


Di Kemudian hari ketika kondisi keuangan saya membaik, mengingat kejadian itu membuat saya bisa banyak bersyukur dengan apa yang sudah saya dapatkan sekarang. Hingga saya pun sudah merasa sukses ketika bisa membeli seporsi batagor tanpa perlu memikirkan sisa uang yang saya miliki. Kenangan ini tidak akan pernah terlupakan, dan disini saya bagikan untuk menegaskan ingatan ini jika suatu saat mungkin saja ingatan saya sudah tidak baik lagi.


Kesimpulannya, semua orang bebas mendefinisikan kesuksesan dan tidak ada yang salah dengan itu. Setiap orang memiliki pencapaiannya masing-masing dan setiap orang bebas memilih jalan bahagianya sendiri. Untuk saya, jalan kebahagiaan saya adalah dengan mensyukuri apa yang saya miliki saat ini karena sudah jauh lebih baik daripada kondisi saya pada tahun 2016 tersebut.


Terima kasih untukmu karena sudah membaca sampai akhir. Ini bukanlah cerita inspiratif, ini hanyalah sepenggal kisah hidup saya yang saya tuliskan untuk mengenang dan merasakan lagi sesak yang saya rasakan kala itu. Silahkan bagikan jika menurutmu ini layak untuk dibagikan, berikan pendapatmu atau definisi suksesmu di kolom komentar. Semoga artikel ini bermanfaat, sampai jumpa di artikel selanjutnya.


2 komentar

  1. Baca cerita ini jadi ingat masa-masa berat saat kuliah juga. Ternyata gue ga sendirian. Thank you for sharing, ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masa berat yang sekarang menjadi momen yang begitu berharga ya?, makasih udah mampir

      Hapus